Pertentangan Hadits
A.
Pertentangan Hadits dengan Al-Quran
Sebagian ulama menolak hadits yang bertentangan dengan
Al-Quran :
- Ada sebuah atsar menyebutkan : Abu Bakar Shiddiq ra.
mengumpulkan para sahabat dan menyuruh mereka menolak hadits yang berlawanan
dengan Al-Quran.
-
Umar Bin Khattab ra. pernah menolak
hadits riwayat Fatimah Binty Qeys yang menerangkan, bahwa istri yang ditalaq
habis, tidak berhak diberikan nafkah dan tempat lagi, karena bertentangan
dengan ayat Ath Thalaq dalam Al-Quran, dan Umar ra berkata : tidaklah saya mau
meninggalkan kitabullah lantaran perkataan seorang wanita yang boleh jadi benar
boleh jadi salah.
-
Diriwayatkan oleh Imam Bukhory,
Muslim, Turmudzy dan An Nasay dari Masruq, ujarnya : Aku berkata kepada Aisyah
Ummul Mukminin, apakah Muhammad ada melihat tuhannya ? Aisyah menjawab : Bangun
bulu romaku mendengar perkataanmu, dimana engkau dari tiga perkara, barang
siapa menceritakan yang tiga itu pasti berdusta :
a.
Barang siapa menceritakan bahwa
Muhammad melihat tuhannya, adalah dusta, karena firman Allah :
Tiada dapat dilihat Dia oleh segala pandangan dan Dia
melihat segala pandangan, dan Dia itu Maha lembut lagi Maha mengetahui (QS Al Anam : 103).
b.
Barang siapa menceritakan, bahwa dia
mengetahui apa yang terjadi esok hari, berdusta, Allah berfirman :
Tak ada yang seorangpun dapat mengetahui apa yang ia
kerjakan esok hari (QS Lukman : 31).
c.
Barang siapa menceritakan, bahwa
Muhammad ada menyembunyikan sesuatu wahyu, maka ia berdusta, karena Allah
berfirman :
Wahai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan pada engkau
dari Tuhan engkau, Jika engkau tidak menyampaikan berarti engkan tidak
menyampaikan risalah Allah, dan Allah memelihara engkau dari manusia bahwasanya
Allah tidak menunjuki kaum yang kafir (QS
Al Maidah : 67).
B.
Pertentangan antar hadits.
Ulama yang pertama kali membahas tentang hadits yang saling
bertentangan adalah Imam Syafii dalam kitabnya mukhtaliful hadits. Apabila kita
mendapati dua buah hadits makbul yang saling bertentangan (menurut lahirnya),
maka :
- Diusahakan untuk mengumpulkannya (mengkompromikan).
- Kalau usaha ini gagal, hendaklah dicari mana diantara hadits yang datang lebih dahulu dan mana yang datang kemudian. Hadits yang datang lebih dahulu hendaklah dinasakh, disebut hadits mansukh dan yang menasakhnya disebut hadits nasikh.
Untuk mengetahui mana hadits yang nasikh dan mana hadits
mansukh nya, dapat diketahui dari beberapa jalan, antara lain :
a.
Penjelasan dari syari sendiri,
contoh :
Konon aku pernah melarangmu menziarahi kubur. Kemudian ziarahlah.
Dan konon aku pernah melarangmakandaging binatang kurban selama lebih tiga
hari, kemudian makanlah sesukamu
(HR Muslim).
b.
Penjelasan dari Sahabat
Jabir berkata : yang terakhir dari dua kejadian yang berasal
dari Rasulullah saw ialah meninggalkan wudlu bekas tersentuh api.
c.
Diketahui tarikh keluarnya hadits :
Hadits riwayat Syaddad :
Batallah puasa orang yang membekam dan orang yang dibekam
(HR Abu Dawud).
Menurut Imam Syafiii telah di nasakh oleh hadits Ibnu Abbas
ra :
Bahwa Rasulullah saw sedang berbekam, padahal beliau sedang
ihram dan berpuasa.(HR Muslim).
Disebabkan hadits Syaddad tersebut disabdakan oleh Nabi pada
tahun 8 H, yakni saat-saat dikuasainya kembali kota Mekkah, sedang hadits Ibnu
Abbas disabdakan pada tahun 10 H, yakni pada haji Wada.
Imam Syarajuddin Al-bulqiny menyusun ilmu cabang dari ilmu
hadits mengenai awal atau akhirnya dikeluarkan suatu matan hadits dalam kitab
yang diberi nama Mahasinul-ishthilah.
- Kalau usaha mencari nasikhnya tidak pula berhasil, beralih kepada penelitian mana hadits yang lebih kuat, baik sanad maupun matannya, untuk ditarjihkan. Hadits yang kuat disebut hadits rajih, sedang yang ditarjihkan disebut hadits marjuh.
Contoh : hadits riwayat Ibnu Abbas ra :
Bahwa Rasulullah saw menikahi Maimunah Binti Al Harits pada
waktu beliau ihram.
Hadits tersebut ditarjihkan dengan hadits yang diriwayatkan
oleh Abi Rafi yang mengabarkan :
Bahwa Rasulullah saw menikahi Maimunah Binti Al-Haris pada
waktu beliau tahallul.
Hadits Abi Rafi lebih rajih daripada hadits Ibnu Abbas
karena Abi Rafi sendiri bersama-sama pergi dengan Rasulullah saw dan Maimunah
disaat itu dan kebanyakan sahabat meriwayatkan seperti hadits Abi Rafi.
Mentarjihkan hadits itu, dapat ditinjau dari beberapa
jurusan :
1.
Jurusan sanad, misalnya :
a.
Hadits yang rawinya banyak,
merajikan hadits yang rawinya sedikit.
b.
Hadits yang diriwayatkan oleh rawi
besar merajihkan hadits yang diriwayatkan oleh rawi kecil.
c.
Hadits yang rawinnya tsiqah
merajikan hadits yang rawinya kurang tsiqah.
2.
Jurusan matan, misalnya :
a.
Hadits yang mempunyai arti hakikat
merajihkan hadits yang mempunyai arti majazi.
b.
Hadits yang mempunyai petunjuk
maksud dari dua segi merajikan hadits yang mempunyai petunjuk maksud dari satu
segi.
3.
Jurusan hasil penunjukan (madlul),
misalnya :
Madlul yang positip merajihkan yang negatip.
4.
Jurusan dari luar, misalnya :
Dalil yang qauliah (berdasarkan perkataan), merajikan dalil
yang filiyah (berdasarkan perbuatan).
- Kalau usaha inipun gagal, kedua hadits tersebut hendaklah dibekukan, ditinggalkan untuk pengamalannya. Hadits yang di tawaqquf kan ini disebut hadits mutawaqqaf-fihi . Hadits yang dibekukan ini menurut sebagian ulama dapat diamalkan salah satu, dan ada pula yang berpendapat bisa diamalkan berganti-ganti dalam waktu yang berbeda.
Hadits yang mengandung pertentangan
disebut hadits mukhtalif.
5.5. Hadits Maudlu (palsu)
Hadits maudlu adalah hadits yang
diciptakan serta dibuat oleh seseorang (pendusta) yang diciptakan itu
disandarkan kepada Rasulullah saw secara palsu dan dusta, baik hal itu
disengaja maupun tidak.
Seorang rawi yang diketahui pernah
berdusta dengan menyandarkan riwayatnya kepada Rasulullah saw walaupun sekali
dalam seumur hidup, riwayatnya tidak dapat diterima, walaupun telah ber taubat
sekalipun.
Ciri Ciri Hadits Palsu :
1.
Dari pengakuannya sendiri, seperti
pengakuan seorang guru tashawuf yang berkata : tidak ada seorangpun yang
meriwayatkan hadits kepadaku. Akan tetapi kami melihat manusia sama
meninggalkan Al-Quran, maka kami ciptakan untuk mereka hadits ini (tentang keutamaan
ayat Al-Quran), agar mereka menaruh perhatian untuk mencintai Al-Quran.
2.
Petunjuk yang memperkuat adanya
kedustaan, misalnya seorang rawi mengaku menerima hadits dari seorang guru,
padahal ia tidak pernah bertemu dengan guru tersebut, atau menerima dari
seorang guru yang telah meninggal dunia sebelum ia dilahrikan.
3.
Petunjuk dari tingkah lakunya,
seperti yang pernah dilakukan oleh Ghiyat bin Ibrahim dikala berkunjung ke
istana Khalifah Al-Mahdi yang sedang bermain dengan burung merpati, katanya :
Tidak syah perlombaan selain : mengadu anak panah, mengadu
kuda atau mengadu burung.
Perkataan au janahin (atau mengadu burung) adalah perkataan
Ghiyats sendiri, yang spontan ia tambahkan di akhir hadits yang ia ucapkan,
dengan maksud membesarkan hati Khalifah yang sedang mengadu burung merpati.
4.
Dari segi matan, maknanya
bertentangan dengan Al-Quran, hadits mutawatir, Ijma dan logika sehat
5.
Menukil kata mutiara (adagium) orang
orang yang dipandang alim yang kemudian disandarkan itu adalah berasal dari
Rasulullah saw.
Motif-Motif yang Mendorong Membuat
Hadits Palsu :
1.
Untuk memperkuat partainya, Syiah
Rafidah dikenal paling banyak membuat hadits palsu.
2.
Untuk merusak / mengeruhkan agama
Islam, seperti Hasan Bin Saba dan orang Persia-Majusi yang benci dan dengki
terhadap hegemony Arab-Islam, tokoh-tokoh zindiq yang ber akidah sesat.
3.
Untuk nasihat dan menarik minat hati
manusia, contohnya hadits yang berlebihan dalam menerangkan pahala amal.
4.
Fanatik kesukuan, kultus imam,
individu, dsb
5.
Mempertahankan mazhab fikih
ikhtilaf.
6.
Mencari muka dihadapan penguasa,
contohnya hadits Ghiyats diatas.
7.
Kejahilan dalam ilmu agama disertai
kemauan keras untuk berbuat kebaikan.
VI. Kutubus Sittah (enam kitab induk) dan pengarangnya
Disebut kitab induk karena inilah
kitab-kitab hadits yang oleh jumhur ulama dinilai paling tinggi mutunya
diantara semua kitab hadits yang ada, disusun urut mulai yang paling tinggi
mutunya terus kebawah :
1. Sahih Bukhary (Al Jamiush Sahih Al Musnadu Min Haditsi
Rasul saw).
Penulisnya adalah Imam Bukhary (194
H 252 H / 810 M 870 M), kelahiran Bukhara di Uzbekistan, kakeknya seorang
Persia beragama Majusi. Sejak umur 10 tahun sudah tertarik mendalami hadits,
berkelana hampir ke seluruh kota kota besar Wilayah Daulah Islam untuk mencari
hadits. Mempunyai hafalan yang luar biasa, beliau hafal sampai ratusan ribu
hadits beserta semua rawi-rawinya.
Kitab Sahih Bukhory disusun dalam
waktu 16 tahun, terdiri dari 2.602 yang tanpa diulang-ulang. Setiap menuliskan
hadits dalam kitab sahihnya, beliau melakukan sholat sunnah 2 rokaat.
Kitab Syarah (penjelasan secara
panjang lebar) Sahih Bukhory yang terbaik adalah Fathul Bary karya Al Hafidz
Ibnu Hajar Asqolany.
Jumhur ulama sepakat menilai kitab
Sahih Bukhory ini paling tinggi tingkat ke sahihan dan mutunya.
2. Sahih Muslim
Penulisnya adalah Imam Abul Husain
Muslim Bin Hajaj Al Qusyairy (204 H-261 H / 820 M-875M), murid imam Bukhary.
Sama seperti gurunya beliau berkelana hampir ke seluruh kota kota besar dalam
mencari hadits. Walaupun tingkat kesahihan dan mutu haditsnya masih dibawah
Sahih Bukhary, tetapi sistematika penulisannya lebih baik bila dibandingkan
dengan kitab Sahih Bukhary, karena lebih mudah mencari hadits didalamnya. Kitab
Sahih Muslim berisi sekitar 4.000 hadits yang tidak diulang-ulang.
Kitab syarah nya yang terbaik adalah
Minhajul Muhadditsin, karya Imam Nawawi.
3. Sunan An Nasay (Al Mujtaba Minas Sunan / Sunan-sunan
pilihan)
Penulisnya adalah Imam Abu Abdir
Rahman Ahmad Bin Syuaib bin Bahr (215 H-303 H / 839 M-915 M). Mulanya kitab
sunan ini diserahkan kepada seorang Amir di Ramlah, Amir itu bertanya , Apakah
isi sunan ini sahih seluruhnya ?, Imam An Nasay menjawab : Isinya ada yang
sahih, ada yang hasan, ada yang hampir serupa dengan keduanya. Kemudian sang
Amier berkata lagi Pisahkanlah yang sahih saja. Sesudah itu An Nasay pun
menyaring sunannya dan menyalin yang sahih saja dalam sebuah kitab yang dinamai
Al Mujtaba (pilihan).
4. Sunan Abu Dawud
Penulisnya adalah Imam Abu Dawud
Sulaiman Bin Al-Asyats Bin Ishaq As-Sijistany (202 H-275 H / 817 M- 889 M).
Beliau mengaku mendengar hadits sampai 500.000 buah, kemudian beliau seleksi
dan ditulis dalam kitab sunan nya sebanyak 4.800 buah dan beliau berkata : Saya
tidak meletakkan sebuah hadits yang telah disepakati oleh orang banyak untuk
ditinggalkan. Saya jelaskan dalam kitab tersebut nilainya dengan sahih, semi
sahih, mendekati sahih, dan jikadalam kitab saya tersebut terdapat hadits yang
sangat lemah maka saya jelaskan. Adapun yang tidak saya beri penjelasan
sedikitpun, maka hadits tersebut bernilai sahih dan sebagian dari hadits yang
sahih ini ada yang lebih sahih daripada yang lain.
5. Sunan At Turmudzy
Penulisnya adalah Imam Abu Isa
Muhammad Bin Isa Bin Surah (200 H-279 H / 824 M- 892 M), termasuk murid Imam
Bukhary. Beliau berkata : Aku tidak memasukkan ke dalam kitab ini terkecuali
hadits yang sekurang-kurangnya telah diamalkan oleh sebagian fukaha. Beliau
menulis hadits dengan menerangkan yang sahih dan yang tercacat serta
sebab-sebabnya sebagaimana beliau menerangkan pula mana-mana yang diamalkan dan
mana-mana yang ditinggalkan. Kitab Sunan Turmudzy isinya jarang yang
berulang-ulang.
6. Sunan Ibnu Majah
Penulisnya adalah Imam Abdu Abdillah
Bin Yazid Ibnu Majah (207 H- 273H / 824 M- 887 M), berasal dari kota Qazwin di
Iran. Dalam kitab sunan Ibnu Majah ini terdapat beberapa hadits dhaif, gharib
dan ada yang munkar. Al Hafidz Al-Muzy menilai kitab Al Muwaththa karya Imam
Malik lebih tinggi mutunya dari Sunan Ibnu Majah, Al Hafidz Ibnu Hajar
berpendapat bahwa kitab induk yang ke enam adalah Sunan Ad Darimy, Ahmad
Muhammad Syakir berpendapat Al Muntaqa karya Ibnu Jarud lebih pantas menjadi
yang ke enam.
Kitab-Kitab
Hadits yang lain yang penting :
- Sunan Ad Darimy
- Al Muntaqa karya Ibnu Jarud
- Musnad Imam Ahmad Bin Hanbal, aslinya bernilai tinggi,
tetapi setelah Imam Ahmad wafat, anaknya Abdullah dan muridnya Abu Bakr Al
Qathiy menambahkan beberapa hadits lagi, hingga didalamnya tersisip banyak
hadits dhaif dan ada empat buah hadits maudlu.
- Al Muwaththa, karya Imam Malik. Mengandung hadits
mursal dan munqathy yang dipandang sahih untuk diamalkan oleh Imam Malik.
- Sahih Ibnu Khuzaimah, mengumpulkan hadits sahih yang
tidak dimuat dalam sahih Bukhary dan Sahih Muslim.
- Mustadrak Imam Hakim
- Dan masih ada beberapa kitab-kitab hadis yang lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar