Yusuf al-Qaradawi lahir di Shafth Turaab, Kairo, Mesir, 9 September 1926 adalah seorang cendekiawan Muslim yang berasal dari Mesir. Ia dikenal sebagai seorang Mujtahid pada era modern ini. Beliau merupakan seorang pemikir, sarjana dan intelek komtemporori yang tidak asing lagi di dunia Islam. Selain sebagai seorang Mujtahid ia juga dipercaya sebagai seorang ketua majelis fatwa. Banyak dari fatwa yang telah dikeluarkan digunakan sebagai bahan rujukan atas permasalahan yang terjadi. Namun banyak pula yang mengkritik fatwa-fatwanya.
Nama lengkapnya ialah Yusuf bin Abdullah bin Ali bin Yusuf. Al-Qaradhawi merupakan nama kelurganya. Nama ini diambil dari sebuah daerah yang bernama al-qardhah. Dan dinisbahkan kepada keturunannya. Di kampungnya ini terletaknya makam sahabat nabi yang meninggal di Mesir yaitu Abdullah bin Harith bin Juz al-Zubaidi. Di kampung inilah beliau tinggal sehingga wafat pada tahun 86H. Sehingga kini makamnya sangat dimuliakan dan para penduduk kampung amat berbangga dengannya. Hal ini telah dinyatakan oleh pengkaji sejarah seperti Ibn Hajar ketika menceritakan kisah sahabat ini.
Al-Qaradhawi menyebutkan bahawa beliau berasal dari keluarga yang kuat beragama dan ayahnya bekerja sebagai petani dan keluarga sebelah ibunya bekerja sebagai peniaga. Beliau menjadi yatim ketika berusia 2 tahun setelah ayahnya meninggal dunia. Kemudian beliau dipelihara oleh ayah saudaranya bernama Ahmad. Ahmadlah yang menjadi ayah dan sepupu-sepupunya sebagai saudara-saudara beliau. Beliau telah dibesarkan dengan penuh kasih sayang dan mendapat keistimewaan daripada keluarga. Malah kata Yusuf sendiri: “itulah gantian daripada takdir yang menjadikan saya yatim ketika berusia masih terlalu awal.”
Ketika berusia 5 tahun, Yusuf telah dihantar ke kuttab di kampungnya untuk menghafaz al-Quran. Apabila usianya menjangkau 7 tahun, beliau memasuki sekolah rendah (madrasah Ilzamiyyah) yang diuruskan oleh Kementerian Pendidikan. Di sekolah ini, beliau belajar matematika, sejarah, kesehatan dan lain-lin. Yusuf sejak kecil lagi mendapat pendidikan secara formal melalui sekolah kerajaan di sebelah pagi dan pendidikan agama (al-Kuttab) di sebelah petang. Yusuf menyebutkan : “sebelum usia saya mencapai 10 tahun, saya telah dikurniakan oleh Allah dengan dapat menamatkan hafalan al-Quran sepenuhnya bersama pelajaran hukum-hukum tawjid. Saya masih tidak lupa ketika mereka mengadakan perayaan khatam al-Quran untuk saya seperti kebiasaan yang dilakukan oleh al-Kuttab. Mereka memberi minum dan kuih muih. Saya membca akhir surah-surah al-Quran dari surah al-Dhuha sehingga surah al-Nass. Ketika saya menbaca akhir setip surah mereka menyambutnya dengn ucapan takbir dan tahmid. Pelajar bertakbir bersama saya. Begitulah kebiasaan perayaan yang dilakukan pada setiap pelajar di kuttab."
Menamatkan pendidikan di Ma'had Thantha dan Ma'had Tsanawi, Qardhawi terus melanjutkan ke Universitas al-Azhar, Fakultas Ushuluddin. Dan lulus tahun 1952. Tapi gelar doktornya baru ia peroleh pada tahun 1972 dengan disertasi "Zakat dan Dampaknya Dalam Penanggulangan Kemiskinan", yang kemudian disempurnakan menjadi Fiqh Zakat. Sebuah buku yang sangat komprehensif membahas persoalan zakat dengan nuansa modern.
Sebab keterlambatannya meraih gelar doktor, karena dia sempat meninggalkan Mesir akibat kejamnya rezim yang berkuasa saat itu. Ia terpaksa menuju Qatar pada tahun 1961 dan di sana sempat mendirikan Fakultas Syariah di Universitas Qatar. Pada saat yang sama, ia juga mendirikan Pusat Kajian Sejarah dan Sunnah Nabi. Ia mendapat kewarganegaraan Qatar dan menjadikan Doha sebagai tempat tinggalnya.
Dalam perjalanan hidupnya, Qardhawi pernah mengenyam "pendidikan" penjara sejak dari mudanya. Saat Mesir dipegang Raja Faruk, dia masuk bui tahun 1949, saat umurnya masih 23 tahun, karena keterlibatannya dalam pergerakan Ikhwanul Muslimin. Pada April tahun 1956, ia ditangkap lagi saat terjadi Revolusi Juni di Mesir. Bulan Oktober kembali ia mendekam di penjara militer selama dua tahun.
Qardhawi terkenal dengan khutbah-khutbahnya yang berani sehingga sempat dilarang sebagai khatib di sebuah masjid di daerah Zamalik. Alasannya, khutbah-khutbahnya dinilai menciptakan opini umum tentang ketidak adilan rezim saat itu.
Qardhawi memiliki tujuh anak. Empat putri dan tiga putra. Sebagai seorang ulama yang sangat terbuka, dia membebaskan anak-anaknya untuk menuntut ilmu apa saja sesuai dengan minat dan bakat serta kecenderungan masing-masing. Dan hebatnya lagi, dia tidak membedakan pendidikan yang harus ditempuh anak-anak perempuannya dan anak laki-lakinya.
Salah seorang putrinya memperoleh gelar doktor fisika dalam bidang nuklir dari Inggris. Putri keduanya memperoleh gelar doktor dalam bidang kimia juga dari Inggris, sedangkan yang ketiga masih menempuh S3. Adapun yang keempat telah menyelesaikan pendidikan S1-nya di Universitas Texas Amerika.
Anak laki-laki yang pertama menempuh S3 dalam bidang teknik elektro di Amerika, yang kedua belajar di Universitas Darul Ulum Mesir. Sedangkan yang bungsu telah menyelesaikan kuliahnya pada fakultas teknik jurusan listrik.
Dilihat dari beragamnya pendidikan anak-anaknya, orang-orang bisa membaca sikap dan pandangan Qardhawi terhadap pendidikan modern. Dari tujuh anaknya, hanya satu yang belajar di Universitas Darul Ulum Mesir dan menempuh pendidikan agama. Sedangkan yang lainnya, mengambil pendidikan umum dan semuanya ditempuh di luar negeri. Sebabnya ialah, karena Qardhawi merupakan seorang ulama yang menolak pembagian ilmu secara dikotomis. Semua ilmu bisa islami dan tidak islami, tergantung kepada orang yang memandang dan mempergunakannya. Pemisahan ilmu secara dikotomis itu, menurut Qardhawi, telah menghambat kemajuan umat Islam.
Peribadi Yang Mempengaruhi Al-Qaradawi
Menurut Yusuf al-Qaradhawi bahwa pribadi yang banyak memberi kesan dalam kehidupannya dalam pemikiran dan spiritual ialah Hassan al-Banna, pengasas gerakan Ikhwan Muslimun. Semasa itu, Hassan al-Banna di Kaherah dan al-qaradawi masih lagi menuntut di Tanta. Walaupun begitu, beliau telah mendengar ucapan al-Banna di Tanta beberapa kali dan membaca tulisannya. Yusuf menyifatkan al-Banna sebagai pendakwah yang agung dan mepunyai kepribadian yang sederhana sesuai dalam penulisan atu percakapan. Yusuf menceritakan bahwa beliau mendengar ceramah al-Banna semasa menuntut di mahaad Agama peringkat rendah sempena sambutan Hijrah. Maka didapati ucapannya begitu mudah sehingga saya boleh menghafaznya pada hari itu. Beliau mempunyai ilmu yang luas. Dalam majalah al-Shahab, al-Banna menulis mengenai tafsir, akidah, mustalah hadith, sejarah Islam dan sistem-sistem kemasyarakatan. Tulisan-tulisan itu ditulis dengan baik dan asli.
Antara kesan al-Banna kepada jiwanya itu, beliau menulis buku al-Tarbiah al-Islamiyyah wa madrasah Hassan al-Banna. Al-Qaradhawi juga membawa contoh-contoh mujahid besar ini dalam banyak tulisan-ulisannya terutama dalam bidang dakwah. Dalam buku fiqh al-Awwalawiyyat, Yusuf membawa contoh keutamaan dakwah yang dilakukan oleh al-Banna. Sejak muda lagi, al-Qardhawi didedahkan dengan tokoh-tokoh islah dan mujadid Islam yang besar sama ada melalui hubungan secara individu tersebut atau melalui bacaan tulisan-tulisan tokoh tersebut. Secara kesimpulannya, kita dapati orang yang ingin menjadi tokoh besar kemudian hari, kehidupannya bermula sejak muda lagi. Al-Qaradhawi telah mengenali tokoh-tokoh besar Islam sejak dalam usia yang terlalu muda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar